Sabtu, 22 Maret 2014

TUGAS FILSAFAT ILMU ADMINISTRASI



EPISTIMOLOGI
Epistemologi, dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/ pembicaraan/ ilmu adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter   jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.dengan demikian epistemology berarti teori pengetahuan.
Epistemology atau teori pengeahuan iyalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian pengandaian, dan dasar dasarnya serta pertanggung jawaban atas pertanyaan yang dimiliki.
Epistemology membicarakan sumber pengetahuan dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan. Tatkala manusia lahir dia tidak memiliki pengetahian sedikitpun  setelah nerumur 40 tahun pengetahuan banyak sekali mereka dapat, bagaimana cara memperoleh pengetahuan itu, mengapa dapat juga berbeda timgkat akurasinya hal hal seperti itulah yang di bicarakan dalam epistemology . runes dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemology adalah filsafat pengetahuan karena ia membicarakan hal pengetahuan. Istilah epistemology pertama kali muncul dan di gunakan oleh J.F. Ferrier pada tahun 1845.
P. Hardono Hadi menyatakan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan D.W. Hamlyn mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian-pengandaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.  Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan.
Menurut J Sudarminta dalam bukunya Epistimologi Dasar, epistimologi adalah cabang ilmu filsafat yang secara khusus menggeluti pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menyeluruh dan mendasar tentang pengetahuan.
Epistimologi berasal dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan). Logos (perkataan, pikiran, ilmu). Maka secara harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepat-tepatnya dan analitis tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan. Epistimoligi kadang juga disebut teori pengetahuan (theory of  knowledge: Erkenthnistheorie).
 Sebagai cabang ilmu filsafat, epistimilogi bermaksud mengkaji dan mencoba menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari pengetahuan manusia.
Epistimologi bermaksud secara kritis mengkaji pengandaian-pengandaian dan syarat-syarat logis yang mendasari dimungkinkannya pengetahuan serta mancoba memberi pertanggung jawaban rasional terhadap klaim kebenaran dan objektivitasnya.
Epistimologi atau filsafat pengetahuan pada dasarnya merupakan suatu upaya rasional untuk menimbang dan menentukan nilai kognitif pengalaman manusia dalam interaksinya dengan diri, lingkungan sosial, dan alam sekitarnya. Maka epistimologi adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat evaluatif, normatif dan kritis. Evaluatif berarti bersifat menilai, ia menilai adalah suatu keyakinan, sikap, pernyataan pendapat, teori pengetahuan dapat dibenarkan, dijamin kebenarannya atau memiliki dasar yang dapat dipertanggung jawabkan secara nalar. Normatif berarti menentukan tolok ukur kenelaran bagi kebenaran pengetahuan. Kritis berarti banyak mempertanyakan dan menguji kenalaran cara maupun hasil kegiatan manusia mengetahui.
Menurut Prof. Dr. Juhaya S. Praja dalam bukunya aliran-aliran filsafat, secara umum epistimologi dijelaskan sebagai cabang filsafat yang membahas ruang lingkup dan batas-batas pengetahuan. Studi ini mencari jalan untuk memecahkan pertanyaan-pertanyaan mendasar yang meliputi pengkajian sumber-sumber watak, dan kebenaran pengetahuan.
Istilah yang digunakan untuk nama teori pengetahuan adalah epistimologi, yang berasal dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logy (teori).
Epistemologi juga disebut sebagai cabang filsafat yang relevansi dengan sifat dasar dan ruang lingkup pengetahuan, pra-anggapan-pra-anggapan, dan dasar-dasarnya, serta rehabilitas umum dari tuntutan akan pengetahuan. Epistemologi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mengkaji asal mula, struktur, metode, dan validity pengetahuan.
Berdasarkan berbagai defenisi itu dapat diartikan, bahwa epistemologi yang berkaitan dengan masalah-masalah yang meliputi :

a.Filsafat, yaitu sebagai cabang filsafat yang berusaha mencari hakikat dan kebenaranpengetahuan.
b.Metode, sebagai metode bertujuan mengatur manusia untuk memperoleh pengetahuan.
c.Sistem, sebagai suatu sistem bertujuan memperoleh realitas kebenaran pengetahuan itu sendiri.
Jadi epistemologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari tentang hal-hal  yang bersangkutan dengan pengetahuan dan dipelajari secara substantif.

*  PENGETAHUAN
Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam manusia dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia setelah mencapai pengetahuan. Pengetahuan berkaitan erat dengan kebenaran, apakah pengetahuan itu benar-benar benar atau tidak, untuk itu perlu dimengerti apa itu yang benar dan bagaimana manusia mengetahui kebenaran.
Pengetahuan memiliki tiga fungsi yaitu menjelaskan, meramalkan dan mengontrol. Penjelasan keilmuan memungkinkan kita meramalkan apa yang akan terjadi dan berdasarkan ramalan tersebut dapat dilakukan upaya untuk megontrol agar ramalan itu menjadi kenyataan atau tidak. Aristotales membagi kerja dasar intelektual ke dalam [1] memahami obyek, [2] membentuk dan memilah, [3] menalar dari sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang tidak diketahui.[1] Anasir itu membentuk suatu disiplin yang ditempuh oleh Aristoteles yang kemudian disebut “Logika”, yang oleh Aristoteles bertujuan untuk membuat dan menguji inferensi (kesimpulan keilmuan) (Noeng Muhadjir, 1999:23)
Menurut Encyclopedia of Philosophy, pengetahuan didefinisikan sebagai kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief). Menurut Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atauhasil pekerjaan mengetahui. Mengetahui itu hasil kenal, sadar, insaf, mengerti, benar dan pandai. Pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar maka bukan pengetahuan tetapi kekeliruan atau kontradiksi. Pengetahuan merupakan hasil suatu proses atau pengalaman yang sadar.
Pengetahuan (knowledge) merupakan terminologi generik yang mencakup seluruh hal yang diketahui manusia. Dengan demikian pengetahuan adalah kemampuan manusia seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pengamatan, dan intuisi yang mampu menangkap alam dan kehidupannya serta mengabstraksikannya untuk mencapai suatu tujuan
v  TUJUAN
Tujuan manusia mempunyai pengetahuan adalah:
a.       Memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan hidup
b.      Mengembangkan arti kehidupan
c.       Mempertahankan kehidupan dan kemanusiaan itu sendiri
d.      Mencapai tujuan hidup.
v  JENIS
Ada beberapa jenis Pengetahuan yaitu:
a.       Pengetahuan biasa (common sense) yang digunakan terutama untuk kehidupan sehari-hari, tanpa mengetahui seluk beluk yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya.
b.      Pengetahuan ilmiah atau Ilmu, adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara khusus, bukan hanya untuk digunakan saja tetapi ingin mengetahui lebih dalam dan luas untuk mengetahui kebenarannya, tetapi masih berkisar pada pengalaman.
c.       Pengetahuan filsafat, adalah pengetahuan yang tidak mengenal batas, sehingga yang dicari adalah sebab-sebab yang paling dalam dan hakiki sampai diluar dan diatas pengalaman biasa.
d.      Pengetahuan agama, suatu pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para Nabi dan Rosul-Nya. Pengetahuan ini bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama.

v  HAKEKAT PENGETAHUAN
Ada dua teori yang digunakan untuk mengetahui hakekat Pengetahuan:
1.      Realisme, teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan adalah gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata.
2.      Idealisme, teori ini menerangkan bahwa pengetahuan adalah proses-proses mental/psikologis yang bersifat subjektif. Pengetahuan merupakan gambaran subjektif tentang sesuatu yang ada dalam alam menurut pendapat atau penglihatan orang yang mengalami dan mengetahuinya. Premis pokok adalah jiwa yang mempunyai kedudukan utama dalam alam semesta.

v  SUMBER PENGETAHUAN

1.      Empirisme
menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman (empereikos= pengalaman). Dalam hal ini harus ada 3 hal, yaitu yang mengetahui (subjek), yang diketahui (objek) dan cara mengetahui (pengalaman). Tokoh yang terkenal: John Locke (1632 –1704), George Barkeley (1685 -1753) dan David Hume.
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin empirisme adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.
Ajaran-ajaran pokok empirisme yaitu:
1.      Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami.
2.      Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.
3.      Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
4.      Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).
5.      Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.
6.      Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.

Ø  Tokoh-Tokoh Empirisme
Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679), namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume.
a.       John Locke (1632-1704)
a lahir tahun 1632 di Bristol Inggris dan wafat tahun 1704 di Oates Inggris. Ia juga ahli politik, ilmu alam, dan kedokteran. Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu essay concerning human understanding, terbit tahun 1600; letters on tolerantion terbit tahun 1689-1692; dan two treatises on government, terbit tahun 1690. Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera. Dengan ungkapan singkat Locke :
Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi.

Dengan demikian dia menyamakan pengalaman batiniah (yang bersumber dari akal budi) dengan pengalaman lahiriah (yang bersumber dari empiri).
b.      David Hume (1711-1776).
David Hume lahir di Edinburg Scotland tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota yang sama. Hume seorang nyang menguasai hukum, sastra dan juga filsafat. Karya tepentingnya ialah an encuiry concercing humen understanding, terbit tahun 1748 dan an encuiry into the principles of moral yang terbit tahun 1751.
Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu I never catch my self at any time with out a perception (saya selalu memiliki persepsi pada setiap pengalaman saya). Dari ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression). Pemikiran ini lebih maju selangkah dalam merumuskan bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam diri manusia (impression, atau kesan yang disistematiskan ) dan kemudian menjadi pengetahuan. Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan usaha analisias agar empirisme dapat di rasionalkan teutama dalam pemunculan ilmu pengetahuan yang di dasarkan pada pengamatan “(observasi ) dan uji coba (eksperimentasi), kemudian menimbulkan kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya pengetahuan, rangkaian pemikiran tersebut dapat di gambarkan sebagai berikut:

Ø  JENIS EMPIRISME
1.      Empirio-kritisisme
Disebut juga Machisme. ebuah aliran filsafat yang bersifat subyaktif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin “membersihkan” pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat dikatakan sebagai kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara sembunyi-sembunyi, karena dituntut oleh tuntunan sifat netral filsafat. Aliran ini juga anti metafisik.
2.      Empirisme Logis
Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahan-pemecahan problem filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan berikut :
a.       Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman.
b.      Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-proposisi mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada seketika
c.       Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna.
3.      Empiris Radikal
Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu, dianggap bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan melawan kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat. Ada pihak yang belum dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya dapa memberikan kepada kita suatu pengetahuan yang belum pasti (Probable). Mereka mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris, dapat diterima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut dan dengan begitu tak ada dasar untukkeraguan. Dalam situasi semacam iti, kita tidak hanya berkata: Aku merasa yakin (I feel certain), tetapi aku yakin. Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan empiris yang pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda, dan bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali.

2.      Rasionalisme
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme suatu pengetahuan diperoleh haruslah dengan cara berpikir.
Pengertian lain rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun begitu, ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut: Humanisme dipusatkan pada masyarakat manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme tidak mengklaim bahwa manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada rasionalis-rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi humanisme yang antroposentrik. Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme tidak menyatakan pernyataan apapun mengenai adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya berdasarkan iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme modern, tidak seluruh rasionalis adalah atheis.
Di luar konteks religius, rasionalisme dapat diterapkan secara lebih umum, umpamanya kepada masalah-masalah politik atau sosial. Dalam kasus-kasus seperti ini, yang menjadi ciri-ciri penting dari perpektif para rasionalis adalah penolakan terhadap perasaan (emosi), adat-istiadat atau kepercayaan yang sedang populer.
Pada pertengahan abad ke-20, ada tradisi kuat rasionalisme yang terencana, yang dipengaruhi secara besar oleh para pemikir bebas dan kaum intelektual. Rasionalisme modern hanya mempunyai sedikit kesamaan dengan rasionalisme kontinental yang diterangkan René Descartes. Perbedaan paling jelas terlihat pada ketergantungan rasionalisme modern terhadap sains yang mengandalkan percobaan dan pengamatan, suatu hal yang ditentang rasionalisme kontinental sama sekali.

Latarbelakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional (scholastic), yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak mampu mengenai hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Para tokoh aliran Rasionalisme diantaranya adalah :
a.       Rene Descartes ( 1596- 1650 M )
Descartes disamping tokoh rasionalisme juga dianggap sebagai bapak filsafat, terutama karena dia dalam filsafat-filsafat sungguh-sungguh diusahakan adanya metode serta penyelidikan yang mendalam. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran.
a yang mendirikan aliran Rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercayai adalah akal. Ia tidak puas dengan filsafat scholastik karena dilihatnya sebagai saling bertentangan dan tidak ada kepastian. Adapun sebabnya karena tidak ada metode berpikir yang pasti.
Descartes merasa benar-benar ketegangan dan ketidak pastian merajalera ketika itu dalam kalangan filsafat. Scholastic tak dapat memberi keterangan yang memuaskan kepada ilmu dan filsafat baru yang dimajukan ketika itu kerapkali bertentangan satu sama lain.
Descartes mengemukakan metode baru yaitu metode keragu-raguan. Seakan- akan ia membuang segala kepastian, karena ragu-ragu itu suatu cara berpikir. Ia ragu- ragu bukan untuk ragu-ragu, melainkan untuk mencapai kepastian. Adapun sumber kebenaran adalah rasio. Hanya rasio sejarah yang dapat membawa orang kepada kebenaran. Rasio pulalah yang dapat memberi pemimpin dalam segala jalan pikiran. Adapun yang benar itu hanya tindakan budi yang terang-benderang, yang disebutnya ideas claires et distinctes. Karena rasio saja yang dianggap sebagai sumber kebenaran, maka aliran ini disebut Rasionalisme.
b.      Spinoza (1632- 1677 M)
Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 M. Nama aslinya adalah barulah Spinoza ia adalah seorang keturunan Yahudi di Amsterdam. Ia lepas dari segala ikatan agama maupun masyarakat, ia mencita- citakan suatu sistem berdasrkan rasionalisme untuk mencapai kebahagiaan bagi manusia.menurut Spinoza aturan atau hukum ynag terdapat pada semua hal itu tidak lain dari aturan dan hukum yang terdapat pada idea. Baik Spinoza maupun lebih ternyata mengikuti pemikiran Descartes itu, dua tokoh terakhir ini juga menjadikan substansi sebagai tema pokok dalam metafisika, dan kedua juga mengikuti metode Descantes.
c.       Leibniz
Gottfried Eilhelm von Leibniz lahir pada tahun 1646 M dan meninggal pada tahun 1716 M. ia filosof Jerman, matematikawan, fisikawan, dan sejarawan. Lama menjadi pegawai pemerintahan, pembantu pejabat tinggi Negara. Waktu mudanya ahli piker Jerman ini mempelajari scholastik.
Ia kenal kemudian aliran- aliran filsafat modern dan mahir dalam ilmu. Ia menerima substansi Spinoza akan tetapi tidak menerima paham serba Tuhannya (pantesme). Menurut Leibniz substansi itu memang mencantumkan segala dasar kesanggupannya, dari itu mengandung segala kesungguhan pula. Untuk menerangkan permacam- macam didunia ini diterima oleh Leibniz yang disebutnya monaden. Monaden ini semacam cermin yang membayangkan kesempurnaan yang satu itu dengan cara sendiri.

3.      Intuisi ( intusionisme )
Intuisi merupakan pengetahuan yang bergerak antara rasional dan literal. Sehingga untuk memahaminya, tidak cukup hanya menggunakan kategori akal. Tetapi harus memiliki keyakinan bahwa semua keyakinan dimuka bumi tidak terlepas dari sunatullah. Proses berlangsungnya sunatullah itu melewati beberapa tahapan yang sudah pasti terjadi sebelum sampai pada kejadianya itu sendiri. Direntang waktu inilah lahir kekuatan alam bawah sadar manusia yang disebut intuisi.
Dengan intuisi, manusia memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba tanpa melalui proses pernalaran tertentu. Henry Bergson menganggap intuisi merupakan hasil dari evolusi pemikiran yang tertinggi, tetapi bersifat personal.
Cara untuk memberdayakan daya intuisi agar berfanfaat dalam kehidupan adalah :
a.       Meyakini dan menghargai intuisi
Keyakinan merupakan awal dari segalanya. Dengan meyakini bahwa anda mampu dan mempunyai intuisi, serta meyakini kalau anda mampu mengetuk dan berniat mengembangkanya, maka intuisipun akan berkembang sebagaimana anda harapkan serta memberikan informasi dan hal-hal lain yang bermanfaat dalam kehidupan.


b.      Meningkatkan spiritual
Intuisi bergerak antara rasional dan literal (sesuatu yang tidak dapat dibayangkan). Sehingga untuk mempertajam intuisi, kemampuan yang ada pada diri kita saja tidak cukup dan perlu campur tangan pemilik kehidupan. Dengan mendekatkan diri kepada sang pencipta, ibaratnya kita memasang radar untuk menangkap dan mendeteksi isyarat-isyarat yang datang dari langit. Bagi umat islam bisa melakukan kegiatan kerohanian, salah satunya adalah dengan berzikir. Sementara bagi umat Kristen dapat melakukan kegiatan antara lain melantunkan lagu-lagu pujian, doa. Sedangkan bagi penganut kepercayaan lain dapat melakukan latihan pernafasan atau bermeditasi.
c.       Pengendalian emosi
Indera keemam akan dapat berfungsi dengan baik apabila emosi senantiasa terkontrol. Memberdayakan intuisi tidak berbeda halnya dengan mengaktifkan indera tidak kasat mata. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari diusahakan semaksimal mungkin agar emosi dapat selalu terjaga. Untuk menjaganya diupayakan agar kerja pikiran dan perasaan selalu seimbang.
d.      Mengisi jiwa
Menghayati perasaan dan senantiasa belajar untuk membaca fenomena-fenomena yang terjadi disekitarnya akan memiliki kepedulian yang lebih dalam memperhatikan keadaan kejiwaan orang lain. Dan juga peka membaca perubahan-perubahan yang terjadi disekelilingnya. Kepekaan jiwa dan perasaan sangat penting untuk dimiliki, karena intuisi sering dating lewat tanda-tanda ,perlambang-perlambang yang membutuhkan kepekaan perasaan untuk bisa menangkap dan menterjemahkannya.
e.       Permainan mengendalikan indera mistik
Salah satu cara untuk melatih dan mengasah indera mistik yaitu dengan melakukan permainan sederhana. Permainan tersebut dilakukan secara rutin setiap hari dengan meluangkan waktu sekitar seperempat jam. Caranya adalah dengan menuliskan keinginan, harapan, atau apa saja yang sangat diidam-idamkan dalam sebuah buku.yang harus ditulis adalah sesuatu yang benar-benar keluar dari dalam hati, dan bukan sekedar rekaan saja. Keinginan tersebut dapat berupa benda , atau yang bersifat non materiil. Setelah itu bayangkan bahwa keinginan tersebut benar-benar tercapai, tanpa berpikir bagaimana cara mencapaainya. Baru kemudian buku ditutup dan kerjakan aktifitas rutin sehari-hari.lakukan hal tersebut setiap hari selama sebulan lamanya. Setelah satu bulan buka kembali buku anda dan bacalah keinginan dan harapan yang telah anda tulis. Maka anda akan menemukan sebagian dari keinginan tersebut dapat tercapai.
f.       Membaca mimpi
Biasanya mimpi dating dalam bahasa atau perlambang yang dapat dimengerti, dan intuisi sering hadir dalam wujud mimpi. Karena itu cobalah untuk belajar membaca dan memperhatikan tema-tema besar apa yang muncul dalam mimpi anda.       
4.      Illuminasionisme (hati)
Paham ini mirip dengan intuisi tetapi mempunyai perbedaan dalam metodologinya. Intuisi diperoleh melalui perenungan dan pemikiran yang mendalam, tetapi dalam illuminasi diperoleh melalui hati. Secara lebih umum illiminasi banyak berkembang dikalangan agamawan dan dalam Islam dikenal dengan teori kasyf yaitu teori yang mengatakan bahwa manusia yang hatinya telah bersih mampu menerima pengetahuan dari Tuhan. Kemampuan menerima pengetahuan secara langsung ini, diperoleh melalui latihan spiritual yang dikenal dengan suluk atau riyadhah. Lebih khusus lagi, metode ini diajarkan dalam thariqat. Pengetahuan yang diperoleh melalui illuminasi melampaui pengetahuan indera dan akal. Bahkan sampai pada kemampuan melihat Tuhan, syurga, neraka dan alam ghaib lainnya.
Di dalam ajaran Tasawuf, diperoleh pemahaman bahwa unsur Ilahiyah yang terdapat pada manusia ditutupi (hijab) oleh hal-hal material dan hawa nafsunya. Jika kedua hal ini dapat dilepaskan, maka kemampuan Ilahiyah itu akan berkembang sehingga mampu menangkap objek-objek ghaib

5.      Wahyu (Tuhan)
Wahyu adalah pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui hambanya yang terpilih untuk menyampaikannya (NabidanRosul). Melalui wahyu atau agama, manusia diajarkan tentang sejumlah pengetahuan baik yang terjangkau ataupun tidak terjangkau oleh manusia.
Wahyu sebagai sumber pengetahuan juga berkembang dikalangan agamawan. Wahyu adalah pengetahuan agama disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara para nabi yang memperoleh pegetahuan tanpa mengusahakannnya. Pengetahuan ini terjadi karena kehendak Tuhan. Hanya para nabilah yang mendapat wahyu.
Wahyu Allah berisikan pengetahuan yang baik mengenai kehidupan manusia itu sendiri, alam semesta dan juga pengetahuan transendental, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, alam semesta dan kehidupan di akhitar nanti. Pengetahuan wahyu lebih banyak menekankan pada kepercayaan yang merupakan sifat dasar dari agama.

6.      Fenomenalisme
Secara harfiah, fenomenalisme adalah aliran atau faham yang menganggap bahwa Fenomenalisme (gejala) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Seorang Fenomenalisme suka melihat gejala. Dia berbeda dengan seorang ahli ilmu positif yang mengumpulkan data, mencari korelasi dan fungsi, serta membuat hukum-hukum dan teori. Fenomenalisme bergerak di bidang yang pasti. Hal yang menampakkan dirinya dilukiskan tanpa meninggalkan bidang evidensi yang langsung.
Tokoh-tokoh aliran fenomenalisme, antara lain: Edmund Husserl (1859 -1938), Max Scheler (1874 -1928), Hartman (1882 -1950), Martin Heidegger (1889 -1976), Maurice Merleau-Ponty (1908 -1961), Jean Paul Sartre (1905 -1980),  dan Soren Kierkegaard (1813 -1855).

*  CARA atau METODE Untuk Memperoleh Pengetahuan   
Kata metode berasal bahasa Yunani yaitu kata "methos" yang terdiri dari unsur kata berarti cara, perjalanan sesudah, dan kata "kovos" berarti cara perjalanan, arah. Metode merupakan kajian atau telaah dan penyusunan secara sistematik dari beberapa proses dan asas-asas logis dan percobaan yang sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah. Pertanyaan utama dalam permasalahan epistemologi (pengetahuan) yang dimunculkan dan dibahas adalah mengenai bagaimana cara memperoleh tentang pengatahuan? atau lebih tepatnya bagaimana metode untuk memperoleh pengetahuan?. Menurut kajian epistemologi terdapat beberapa metode untuk memperoleh pengetahuan, diantaranya adalah :
1.      Metode Empirisme
Menurut paham empirisme, metode untuk memperoleh pengetahuan didasarkan pada pengalaman yang bersifat empiris, yaitu pengalaman yang bisa dibuktikan tingkat kebenarannya melalui pengamalan indera manusia. Seperti petanyaan-pertanyaan bagaimana orang tahu es membeku? Jawab kaum empiris adalah karena saya melihatnya (secara inderawi/panca indera), maka pengetahuan diperoleh melalui perantaraan indera. Menurut John Locke (Bapak Empirisme Britania) berkata, waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan kosong, dan didalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman indera. Akal merupakan sejenis tempat penampungan, yang secara prinsip menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Proses terjadinya pengetahuan menurut penganut empirisme berdasarkan pengalaman akibat dari suatu objek yang merangsang alat inderawi, kemudian menumbuhkan rangsangan saraf yang diteruskan ke otak. Di dalam otak, sumber rangsangan sebagaimana adanya dan dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat inderawi ini. Kesimpulannya adalah metode untuk memperoleh pengetahuan bagi penganut empirisme adalah berdasarkan pengalaman inderawi atau pengalaman yang bisa ditangkap oleh panca indera manusia.
2.      Metode Rasionalisme
Metode ini adalah metode yang dipakai untuk memperoleh pengetahuan dengan pertimbangan-pertimbangan atau menggunakan kriteria kebenaran yang dapat diterima rasio.
Metode ini sebagaimana diterangkan dalam pendekatan epistemologis diatas merupakan metode yang dikembangkan pertama kali oleh Rene Descartes.
Metode ini mempunyai mekanisme kerja yaitu menggunakan standar rasio untuk menentukan validitas ilmu pengetahuan dan juga untuk mencari sumber ilmu pengetahuan. Akan tetapi, pemikiran ini obyeknya dibatasi pada sekup empiris saja. Dan juga metode ini mengandalkan skeptisis dalam mencari sebuah kebenaran. Namun kebanyakan metode ini selalu terus menerus.
Metode rasional ini mempunyai peranan yang sangat besar dalam epistemologi Barat, karena ini merupakan ciri filsafat modern dan berpikir ilmiah.
Rasionalisme dapat dibagi menjadi 3 yaitu
·         Induktif : pendekatan yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke hal umum. Hukum yang disimpulkan pada fenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Berpikir induktif adalah bentuk dari apa yang disebut generalisasi. Induksi (induction) adalah cara mempelajarai sesuatu yang bertolak dari hal-hal khusus untuk menentukan hukum atau hal yang bersifat umum. Metode berpikir induktif merupakan cara berpikir yang dilakukan dengan cara menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Oleh karena itu, penalaran induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang khusus dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
·         Deduktif : prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Dari segi bahasa, deduktif atau deduksi berasal dari Bahasa Inggris, yaitu deduction yang artinya penarikan kesimpulan-kesimpulan dari keadaan-keadaan umum atau menemukan yang khusus dari yang umum. Pendekatan deduktif juga diartikan sebagai cara berpikir dimana pernyataan yang bersifat umum ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan dalam pendekatan deduktif biasanya menggunakan pola pikir silogisme yang secara sederhana digambarkan dalam penyusunan dua buah pernyataan (premis mayor dan premis minor) dan sebuah kesimpulan.
·         Pragmatik : logika pengamatan dimana kebenaran itu membawa manfaat bagi kehidupan manusia. Pragmatik berasal dari bahasa Yunani: Pragma artinya yang dikerjakan, dilakukan, perbuatan, tindakan. Menurut pendekatan pragmatik tentang kebenaran, suatu proporsi adalah benar sepanjang teori berlaku atau memuaskan.
3.      Metode Fenomenalisme
Secara harfiah, fenomenalisme adalah aliran atau faham yang menganggap bahwa Fenomenalisme (gejala) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Seorang Fenomenalisme suka melihat gejala. Dia berbeda dengan seorang ahli ilmu positif yang mengumpulkan data, mencari korelasi dan fungsi, serta membuat hukum-hukum dan teori. Fenomenalisme bergerak di bidang yang pasti. Hal yang menampakkan dirinya dilukiskan tanpa meninggalkan bidang evidensi yang langsung.
4.      Metode Intuisionisme
Metode intuisionisme adalah suatu metode untuk memperoleh pengetahuan melalui intuisi tentang kejadian sesuatu secara nisbi atau pengetahuan yang ada perantaraannya. Menurut Henry Bergson, penganut intusionisme, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui suatu pengetahuan secara langsung. Metode intuisionisme adalah metode untuk memperoleh pengetahuan dalam bentuk perbuatan yang pernah dialami oleh manusia. Jadi penganut intuisionisme tidak menegaskan nilai pengalaman inderawi yang bisa menghasilkan pengetahuan darinya. Maka intuisionisme hanya mengatur bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi.
5.      Metode dialogis  
Dialog merupakan salah satu metode epistemologi Barat. Dialog berarti menyuruh manusia agar berpikir kritis dan rasional. Dengan dialog ilmu pengetahuan dapat dikembangkan dengan cepat. Dan dengan dialog juga ilmu pengetahuan dibentuk.
Dialog menjadikan manusia lebih dapat berpikir kritis terhadap validitas ilmu pengetahuan. Dalam kapasitasnya sebagai metode epistemologi, dialog menjadi salah satu tumpuan harapan dalam menggali, menyusun, merumuskan, membangun dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
6.      Metode Komparatif
Metode ini merupakan metode untuk memperoleh pengetahuan dengan cara membandingkan pengetahuan-pengetahuan. Jujun S. Suriasumantri mengatakan “pengetahuan yang didapat berdasarkan perbandingan mempunyai banyak kegunaan”.
Metode komparatif ini selain sebagai metode epistemologi, pada tahap operasionalnya juga menjadi salah satu metode penelitian. Adapun dari segi mekanisme kerja ini, metode komparatif diaplikasikan melalui langkah-langkah kerja secara bertahap sebagai berikut: 1) menelusuri permasalahan-permasalahan yang setara tingkat dan jenisnya; 2) mempertemukan dua atau lebih permasalahan yang setara tersebut; 3) mengungkapkan ciri-ciri dari obyek yang dibandingkan secara jelas dan terinci; 4) mengungkapkan hasil perbandingan; 5) menyusun atau memformulasikan kembali teori yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
7.      Metode Kritis
Salah satu cara mengembangkan pengetahuan adalah dengan kritik. Kriik sangat berperan dalam mewujudkan dinamika ilmu pengetahuan. Kritik merupakan motif utama bagi perkembangan intelektual. Tanpa kritik tak ada motif rasional untuk mengubah teori-teori kita.
Akan tetapi dalam kritik biasanya terjadi kontradiksi. Kontradiksi tidak boleh dibiarkan, harus dicari solusinya agar mendapat kepastian. Menerima kontradiksi menyebabkan kritik berhenti dan membawa kejatuhan ilmu.
8.      Metode Ilmiah
Pada metode ilmiah, untuk memperoleh pengetahuan dilakukan dengan cara menggabungkan pengalaman dan akal pikiran sebagai pendekatan bersama dan dibentuk dengan ilmu. Metode ilmiah diawali dengan pengalaman-pengalaman dan dihubungkan satu sama lain secara sistematis dengan fakta-fakta yang diamati secara inderawi. Untuk memperoleh pengetahuan dengan metode ilmiah dibuktikan hipotesa, yaitu usulan penyelesaian berupa saran dan sebagai konsekuensinya harus dipandang bersifat sementara dan memerlukan verifikasi dalam proses hipotesis ini. Kegiatan akal bergerak keluar dari pengalaman mencari suatu bentuk untuk didalamnya disusun fakta-fakta secara nyata. Untuk memperkuat hipotesa dibutuhkan dua bahan-bahan bukti :

a. Bahan-bahan keterangan yang diketahui harus cocok dengan hipotesa tersebut.
b. Hipotesa itu harus meramalkan bahan-bahan yang dapat diamati yang memang demikian keadaannya. Pada metode ilmiah dibutuhkan proses peramalan dengan deduksi. Deduksi pada hakikatnya bersifat rasionalistis dan merupakan suatu faktor penting didalam metode ilmiah.




*  Pendekatan Epistemologi
Dalam epistemologi Barat terdapat pendekatan yang berbeda dengan epistemologi islam. Dari pendekatan ini dapat disimpulkan macam-macam epistemologi Barat. Epistemologi Barat telah mengadakan imperialisme ke seluruh dunia dengan pendekatan-pendekatannya yang meniadakan aspek teologi. Maka dari itu kita perlu mengidentifikasi pendekatan-pendekatan tersebut agar lebih jelas mengetahui mengenai epistemologi Barat. Pendekatan-pendekatan tersebut antara lain pendekatan skeptis, rasional-empirik, dikotomik, positivis obyektivis dan anti metafisika
1.      Pendekatan Skeptis
Ciri skeptis adalah keragu-raguan (kesangsian) tampaknya menjadi warna dasar bagi epistemologi Barat. Skeptisisme ini buat pertama kalinya di Dunia Barat diperkenalkan oleh Rene Descartes. Dia mendapat gelar bapak filsafat modern. Bagi Descartes, filsafat dan ilmu pengetahuan dapat diperbarui melalui metode dengan menyangsikan segala-galanya. Dalam bidang ilmiah, tidak ada sesuatu yang dianggap pasti; semuanya dapat dipersoalkan dan pada kenyataannya dapat dipersoalkan juga, kecuali ilmu pasti. Pikiran-pikiran Descartes inilah yang mewarnai filsafat modern, demikian juga epistemologinya. Dalam pemikirannya itulah menurutnya, jika orang ragu-ragu terhadap segala sesuatu, dalam keragu-raguan itulah jelas ia ada sedang berpikir. Sebab  sesuatu yang sedang berpikir itu tentu ada dan jelas terang benderang. Corgito Ergo Sum , saya berpikir, maka jelaslah saya ada.
Sikap keragu-raguan terhadap sesuatu tersebut akan memberikan koreksi yang berkesinambungan terhadap segala sesuatu yang belum jelas kebenarannya. Di kalangan ilmuwan Barat, keraguan menjadi salah satu ciri epistemologinya. Mereka berangkat dari keraguan ketika menghadapi suatu persoalan pengetahuan yang belum terpecahkan secara meyakinkan.
Melalui suatu sikap yang demikian inilah, para ilmuwan terlatih untuk tidak cepat-cepat bersikap apriori terhadap kebenaran maupun kesalahan suatu pernyataan. Akan tetapi keraguan sebagai suatu metode epistemologi oleh para filosof Barat nampaknya mempunyai konsekuensi yang berputar-putar. Intinya selama yang dicapai hanyalah kebenaran yang mengandung keraguan, maka tidak akan memberikan kemantapan dan keyakinan kepada para pengikutnya. Akibatnya mereka hanya berputar-putar dalam keraguannya saja.
2.      Pendekatan Rasional-Empirik
Sebenarnya dalam metode skeptis tidak bisa dilepaskan dari metode rasional. Dalam mekanisme kerja epistemologi Barat, penggunaan rasio menjadi mutlak dibutuhkan. Tidak ada kebenaran ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan tanpa mendapat pembenaran dari rasio. Posisi rasio yang begitu besar dapat mendominasi kriteria pengesahan suatu ilmu pengetahuan. Bersama metode yang lain, rasio menentukan keabsahan suatu ilmu pengetahuan. Namun, rasio memiliki kekuatan yang paling besar dalam menentukan keabsahan ilmu pengetahuan
Rene Descartes mengajukan empat langkah berpikir yang rasionalistis:       
1.       Tidak boleh menerima begitu saja hal-hal yang belum diyakini kebenarannya, akan tetapi harus hati-hati dalam mengkaji hal tesebut.
2.       Menganalisis dan mengklasifikasikan setiap permasalahan melalui pengujian yang teliti ke dalam sebanyak mungkin bagian yang diperlukan bagi pemecahan yang memadai.
3.       Menggunakan pikiran dengan cara demikian, diawali dengan menganalisis saran-saran yang paling sederhana dan paling mudah diungkapkan.
4.       Dalam setiap permasalahan dibuat uraian yang sempurna serta dilakukan peninjauan kembali secara umum.

Sedangkan lawan dari rasional adalah empiris. Pendekatan  ini memanfaatkan pengalaman indrawi sebagai metode untuk mewujudkan ilmu pengetahuan. Disamping itu pengalaman indrawi juga berfungsi sebagai pnentu validitas ilmu pengetahuan. Meskipun empirisme juga ada yang mengarah kedalam pengalaman batin, tetapi disini lebih mengarah kepada materialisme. Pada prinsipnya sebuah kebenaran diukur dengan empiris.
Dari pemaparan diatas tampak dua metode yang saling bertentangan dalam mencapai ilmu pengetahuan, yaitu metode rasional dan empiris. Keduanya merupakan metode yang berat sebelah dalam epistemologi Barat. Sebenarnya secara riil, kedua metode tersebut sama-sama berperan dalam menemukan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan sekarang lebih bersifat empiris yang lebih mementingkan pengalaman, observasi dan penelitian /eksperimental ditambah cara-cara berpikir ala Descartes.
3.      Pendekatan Dikotomik       
Barat memisahkan antara kemanusiaan (humanitas) dari ilmu-ilmu sosial, karena pertimbangan metodologi. Menurutnya ilmu itu harus obyektif yang bebas dari distorsi tradisi, idiologi, agama maupun golongan. Disamping itu juga karakteristik epistemologi Barat adalah dikotomi antara nilai dan fakta, realitas objektif dan nilai-nilai subjektif, antara pengamat dan dunia luar.
Maka dari itu pembagian pengetahuan yang bersifat dikotomi itu tidak diterima oleh Islam, karena berlawanan dengan kandungan ajaran Islam sendiri, dan nanti akan menyebabkan kehancuran keilmuan di masyarakat muslim.
4.      Pendekatan Positivis-Objektivis
Ciri positif dari epistemologi Barat adalah dipengaruhi oleh positivisme,  suatu ajaran yang digagas oleh Comte. Positivisme telah memainkan peran penting dalam mewarnai corak pengetahuan yang berkembang sekarang ini, sehingga pengetahuan Barat yang mendominasi seluruh dunia ini serba empiris, material, kausal, kuantitatif, dualistik, reduksionis, proporsional, verifikatif dan bebas nilai. Implikasinya adalah ilmu pengetahuan sekarang ini makin jauh dari cita rasa moral dan nilai.
Pendekatan yang dekat dengan positif tersebut adalah objektif. Yang dimaksud pendekatan objektivis ini adalah pendekatan yang memandang pengetahuan manusia sebagai suatu sistem pernyataan atau teori yang dihadapkan pada diskusi kritis, ujian intersubjektif atau kritik timbal balik.Dalam realitanya, pendekatan objektivis ini memberikan banyak manfaat. Pendekatan ini senantiasa menumbuhkan kejujuran intelektual dan keterbukaan. Pendekatan ini sesungguhnya adalah pendekatan yang dipakai ilmuwan untuk menyatakan fakta secara apa adanya, tanpa adanya paksaan atau  tekanan tertentu.
Oleh karena itu, pendekatan objektivis ini menghasilkan konsekuensi tertentu, seperti kontinuitas kritik. Suatu ilmu dapat dikatakan benar jika dapat bertahan dari gempuran-gempuran kritik. Bahkan yang disebut sebagai ilmu itu salah satu indikasinya bila suatu saat salah. Ketika ilmu tidak dapat bertahan dari kritikan berarti telah pudarlah kebenarannya.
5.      Pendekatan Antimetafisika
Epistemologi modern yang diawali oleh Descartes telah menunjukkan atau mengarah pada antroposentrisme. Kecenderungan filsafat pada zaman ini adalah dalam bidang epistemologi, sehingga kurang begitu memperhatikan mengenai aksiologi atau ontologi. Bahkan positivisme menolak cabang filsafat metafisika.
Dalam hal ini juga terjadi penolakan terhadap realitas dan keberadaan Tuhan. Hal itu tercermin dalam metode-metode epistemologinya yaitu rasionalisme logis, empirisme logis dan lain-lain. Bahkan model pemikiran mereka masih menjamur sampai sekarang yaitu menempatkan manusia pada posisi yang menentukan segala-galanya.

*  HASIL PENGETAHUAN
1.      Konsep
suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya.
Woodruff (dalam Amin, 1987), mendefinisikan konsep sebagai berikut:
a.       suatu gagasan/ide yang relatif sempurna dan bermakna
b.      suatu pengertian tentang suatu objek
c.       produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda).

Woodruff (Amin, 1987) telah mengidentifikasi 3 macam konsep yaitu :
1.      konsep proses: tentang kejadian atau perilaku dan konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan bila terjadi
2.      konsep struktur: tentang objek, hubungan atau struktur dari beberapa macam, dan (3) konsep kualitas: sifat suatu objek atau proses dan tidak mempunyai eksistensi yang berdiri sendiri.
3.      konsep kualitas: sifat suatu objek atau proses dan tidak mempunyai eksistensi yang berdiri sendiri

Dalam konsep dapat ditarik suatu hasil yaitu proses. proses tersebut dapat memperoleh :
·         memperoleh informasi
·         transformasi informasi
·         menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.

2.      Hubungan atas Konsep
ü  Negasi
suatu pernyataan yang diperoleh dari suatu pernyataan sebelumnya dan mempunyai nilai kebenaran yang berlawanan dengan pernyataan sebelumnya.
ü  Kolerasi
Penegtahuan yang menunjukkan kekuatan dan arah hubungan linier antara dua peubah acak (random variable).
ü  Sebab akibat
Konsep yang bermula betolak dari sebab atau akibat lalu maju menuju sebab atau akibat. Pada inti nya adanya kesatuan atau hubungan erat antara awal konsep dan akhir konsep berupa hubungan kausalitas. Biasanya hubungan kausalitas sendiri membentuk 3 pola.

3.      Hasil à Teori / Penjelasan
Dari konsep- konsep tersebut dapat memberikan hasil yaitu sebuah teori yang dapat di uji dengan pengetahuan pengetahuan yang sebelumnya di teliti dahulu.

DAFTAR PUSTAKA